Murabithun
adalah salah satu dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi. Nama Murabithun
berkaitan erat dengan nama tempat tinggal mereka (ribat, semacam madrasah).
Mereka biasa juga diberi sebutan al-mulassimun (pemakai kerudung sampai
menutupi wajah). Asal usul dinasti dari Lemtuna, salah satu puak dari suku
Senhaja. Berawal dari 1000 anggota pejuang. Diantara kegiatan mereka adalah
menyebarkan agama Islam dengan mengajak suku-suku lain menganut agama Islam
seperti yang mereka anut. Mereka mengambil ajaran mazhab Salaf secara ketat.
Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus. Pada mulanya gerakan
keagamaan yang kemudian berkembang menjadi religio militer
Dinasti al-Murabithun pada mulanya
menunjukkan gerakan keagamaan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama yang tinggal
di Ribath yang dipimpin oleh seorang guru yang bernama Abdullah Ibn Yasin, akan
tetapi ketika gerakan Ribath ini berubah menjadi gerakan militer dan melakukan
ekspansi di bawah pimpinan Ibn Tasyfin yang berpusat di Marrakisy, maka dalam
proses perjalanan sejarah selanjutnya terjadi perubahan sosial politik dan
ekonomi yang pada awalnya menunjukkan perubahan positif serta kemajuan yang
berarti dalam berbagai bidang. Namun karena raja-raja pengganti tidak lagi
sekuat pendahulunya karena pergantian kepemimpinan bukan atas karir serta
kapasitas intelektual dan managerial skill yang dimilikinya melainkan atas
penunjukkan pemimpin sebelumnya, maka kondisi ini menjadi salah satu penyebab
terjadinya instabilitas yang berimplikasi pada kemunduran sebab besar
kemungkinan pemimpin yang ditunjuk itu tidak mampu menangkap peluang dan
tantangan serta mengakomodasi berbagai kecenderungan perubahan dan
pengembangan. Bisa juga terjadi karena tidak mendapatkan dukungan yang kuat. Di
samping itu, lemahnya pemahaman dan penalaran keagamaan, memahami agama secara
harfiah serta munculnya paham tajsim bahkan kerusakan sosial keagamaan yang
lain seperti kebiasaan minum-minuman keras adalah sebagai bentuk lain dari
akibat adanya instabilitas dalam negeri.
Akibat kondisi sosial agama dan
politik yang tidak menentu tersebut, maka seorang pemimpin spiritual dari suku
Barbar Hargha cabang Masmuda yang bernama Ibn Tumart mulai menanamkan
pengaruhnya dengan mengirimkan surat kepada berbagai suku untuk mengikuti
ajarannya. Ibn Tumart ingin menyelamatkan masyarakat dari akidah tajsim. Ada
dugaan yang kuat bahwa Mazhab Maliki adalah sebagai suatu mazhab yang secara
legalitas formal menjadi mazhab resmi bagi Dinasti al-Murabithun. Indikasi ini
dikuatkan oleh peristiwa ketika Ibn Tumart mengadakan suatu perdebatan dengan
penguasa al-Murabithun yaitu Ali bin Yusuf. Dalam perdebatan tersebut, beliau
menunjukkan reaksi kontras yang keras terhadap paham tajsim dan pengikut
Mazhab Maliki yang dianggapnya terlalu kaku di dalam memahami persoalan agama.
Dari reaksi yang ditunjukkannya dalam perdebatan tersebut, maka raja memandang
bahwa Ibn Tumart amat berbahaya dan akhirnya ia diusir keluar Maroko. Dia
berkelana dari satu tempat ke tempat lain dan dalam pengembaraannya ia
mengembangkan ajarannya dan senantiasa memperhatikan perkembangan al-Murabitun.
Dalam rangka membangun kekuatan
politik, ia menggunakan label keagamaan seperti upayanya dalam memurnikan
ajaran agama melalui ketauhidan dan menghilangkan hal-hal yang berbau syirik
serta pemahaman antropomorfistis terhadap Tuhan. Ketika usahanya tersebut
berhasil, pengikut-pengikutnya memanggil Ibn Tumart dengan sebutan Imam
(al-Mahdi).7 Baiah al-Mahdi terhadap Ibn Tumart yang dilakukan oleh para
pengikutnya ini dipusatkan di wilayah Tinmal pada tahun 5l5 H/ll20 M,8 pada waktu
itu juga pengikutnya diberi nama al-Muwahhid. Setelah Ibn Tumart
memproklamirkan lahirnya sebuah kekuasaan yang diberi nama al-Muwahhid dan
menjadikan wilayah Tinmal sebagai pusat kegiatannya, maka ia membentuk
perangkat-perangkat organisasi pemerintahannya. Perangkat-perangkat itu terdiri
dari kelompok sepuluh yang disebut al-asyrah, semacam dewan menteri atau
kabinet; kelompok lima puluh yang disebut ahl al-khamsin, semacam senat
atau penasehat; kelompok tujuh puluh, yang disebut ahl al-sab’in, semacam
dewan perwakilan rakyat; dewan ahli yang terdiri dari ulama-ulama senior, yang
disebut al-thalabah; al-huffadz; ahl al-dar, para keluarga istana; dan ahl
al-Tinmal, sebagai pasukan inti atau kelompok angkatan bersenjata yang
memiliki beberapa kabilah sampai kepada masyarakat biasa (al-ghirat).
Pada pertengahan abad ke 12, pemerintahan
Al-Murabithun mulai terdesak, dan beberapa beberapa kesultanan Muslim Spanyol
menolak otoritasnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan sikap mental mereka,
yakni dengan terkondisinya kemewahan yang berlebihan. Perubahan sikap tersebut
jelas kelihatan, dari selama ini mereka keras dalam kehidupan Sahara, menjadi
sangat lemah lembut dalam kehidupan Spanyol yang penuh gemerlap kemewahan
materi. Selain itu penguasa–penguasa sesudah Yusuf ibnu Tasyfin
adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini
berakhir.
Sepeninggal Yusuf bin Tasyfin pada 1106 M, kekuasaan
Murabithun hanya bertahan kurang lebih setengah abad. Karena pada fase ini Ali
bin Yusuf tidak banyak melakukan konsulidasi kekuatan dan kekuasaan, sehingga
mengalami masa-masa kemunduran. Dalam catatan sejarah diketahui bahwa Ali
bin Yusuf tidak secakap ayahnya dalam masalah kepemimpinan dan politik, karena
ternyata Ali lebih cendrung ke masalah-masalah keagamaan. Sehingga untuk
kepemimpinan dan kenegaraan, para ulama yang memainkan nya. Peranan ulama
sangat dominant di dalam memerintah menjadi penyebab ketidaksukaan kelompok
Kristen. Sebab kedudukan dan jabatan strategis dalam pemerintahan dipegang oleh
mereka. Mereka mengeluarkan kebijakan yang sangat diskriminatif, khususnya
terhadap kelompok Yahudi dan Kristen. Apabila kelompok non Muslim ingin
menjalankan praktek keagamaan, mereka diminta untuk membayar pajak bila ingin
bebas menjalankan ibadahnya. Bagi masyarakat non Muslim yang tidak mampu
membayar, mereka diminta untuk pergi meninggalkan tempat tinggal mereka.
Kebijakan yang tidak popular ini menjadi salah satu faktor penyebab perlawanan
masyarakat non Muslim Andalusia. Menjelang pertengahan abad XII
Murabithun mulai retak. Di Spanyol Muluk al-Thawaif menolak kekuasaaannya. Di Maroko
sebuah gerakan keagamaan (muwahidun) mulai mengingkari.
Kemunduran yang dialami oleh Al-Murabithun, juga
dipicu oleh kecenderungan dari para pemimpinnya yang senang menumpuk harta
kekayaan disamping para fuqahanya terjerumus pada mengkafirkan orang lain yang
berusaha untuk merubah moral masyarakat dengan mengokohkan prinsip-prinsip
syari’ah dan aqidah. Sehingga dapat dirangkumkam, kehancuran
dinasti ini disebabkan oleh :
1.
Lemahnya disiplin tentara dan merajalelanya korupsi melahirkan
disintegrasi.
2.
Berubahnya watak keras pembawaan Barbar menjadi lemah ketika memasuki kehidupan Maroko dan Andalus yang
mewah.
3.
Mereka memasuki Andalus ketika kecemerlangan inteletual kalangan arab
telah mengganti kesenangan berperang.
4.
Kontak dengan peradaban yang sedang menurun dan tidak siap mengadakan
asimilasi.
5.
Dikalahkan oleh dinasti dari rumpun keluarganya sendiri,
al-Muwahidun.
Dinasti Al-Murabithun memegang tampuk kekuasaan selama sembilan puluh
tahun, dengan penguasa enam orang, yang terdiri dari :
- Abu
Bakar bin Umar memerintah dari tahun 1056-1061
-
Yusuf bin Tasfin (1061-1107)
-
Ali bib Yusuf (1107-1143)
-
Tasfin bin Ali (1143-1145)
-
Ibrahim bin Tasfin (1145-1147)
-
Ishak bin Ali (1147)
Dinasti Al-Murabitun berakhir, ketika dikalahkan Dinasti Al-Muwahidun yang
dipimpin oleh Abdul Mukmin dalam menaklukan Marokko pada tahun 1147, ditandai
dengan terbunuhnya Penguasa Al-Murabithun yang terakhir, Ishak bin Ali.
Walaupun sebelumnya tentara Kristen mulai bergerak memanfaatkan
kelemahan Murabithun.
Gerak maju Katholik Roma ke Andalusia, yang tertunda dengan kedatangan al-
Murabithun, kemudian mendapat momentumnya kembali. Namun demikian, sekali
lagi hal ini terhenti dengan kedatangan gelombang lain kaum Muslim dari Afrika
Utara, yaitu kaum Almohad atau dalam bahasa Arab: al- Muwahhidun.
No comments:
Post a Comment