Syari’at
yang merupakan acuan bertindak umat isalam dalam menjalani kehidupannya
merupakan hal yang “fleksibel”. Kata fleksibel disini mengacu pada esensi agama
islam yang “tidak memberatkan pengukutnya” dan “dapat mengikuti adat istiadat”
dimana si penganut agama itu bertempat tinggal. Ke “fleksibel”-an di sini dapat
dilihat dalam hukum “ketika madhorot maka semua hukum halal akan menjadi halal”
misallkan, dalam hutan belantara yang tidak ada makanan sama asekali, maka jika
hanya ada seekor babi yang dapat ditangkap sebakai makanan, maka umat islam
yang terdesak itu boleh memakannya. Beberapa syariat juga dapat berlaku berbeda
pada setiap daerah jika syariat itu mempunyai akar atau ushul kemanusiaan, misalkan “makanan yang menjijikkan haram
hukumnya” jika mayoritas masyarakat daerah A berpendapat bahwa bekicot
menjijikkan, maka haram bagi masyarakat tersebut mengonsumsi bekicot, dan
sebaliknya.
Syari’at
dalam islam tidak hanya mengatur hubungan umatnya dengan Tuhannya, akan tetapi
juga mengatur bagaimana seharusnya umatnya berskap dan berinteraksi dengan
sesamanya dan alam sekitarnya. Syariat yang merupakan hukum-hukum yang harus
dipatuhi dalam menjalankan kehidupan merupakan tingkat terdasar dalam agama
islam. Adapun tingakat kedua adalah moral yang di sini juga termasuk “cinta”,
“kasih”, “sayang” dan “kesetiaan”. Allah, tuhan umat bergama Islam memilki
sekian sifat yang terkumpul dalam Asma’ul Husnah, akan tetapi dari sifat-sifat
itu menurut sekian pengalaman, sifat kasih dan sayang-Nya lebih dominan dari pada
sifat sombongnya dan sifat murkanya, sifat pengampun-Nya lebih besar dari pada
sifat kuat-Nya. Allah juga sudah berfirman bahwa tidak ada dosa yang tidak
diampuni kecuali “Menduakannya”. Contoh, seorang pelacur yang selalu berzina
masih diberi kesempatan untuk hidup dan bertaubat.
Uapaya
merupakan usaha manusia sekuat-kuatnya dalam melakukan sesuatu. Adapun upaya
tidak dapat dinilai oleh diri sendiri seperti halnya kinerja. Jika saya ditanya
apakah kamu adalah orang ter rajin, saya akan menjawab “iya” atau “tidak tahu”,
karena pada dasarnya sifat bawaan manusia adalah “egois”. Akan tetapi pada
kesempatan ini, sedikit akan dipaparkan mengenai pergaulan, cara busana dan
ibadah. Ibadah merupakan amalan yang saklak karena hubungannya dengan Allah,
dimana Tuhan tidak terikat oleh adat istiadat dan zaman. Ibadah dalam konteks
ini tidak dapat dibantah dah harus diikuti sesuai dengan syariat. Adapun cara
bergaul dan cara berpakaian merupakan amalan yang erat hubungannya dengan
manusia, dimana manusia itu terikat dengan adat-istiadat dan zaman. Cara
bergaul merupakan bentuk interaksi antar manusia. Cara bergaul bergantung pada
bagaimana cara pandang dan egoisitas orang yang bersangkutan dan orang yang
dihadapi. Ada kalanya, manusia dapat dengan mudah menyesuaikan diri dalam
menghadapi variasi orang-orang yang dihadapinya, ada pula yang sebaliknya.
Penanda pada keberhasilan cara bergaul adalah seberapa nyaman perasaan
orang-orang yang berada di sekitar kita. Untuk mencapai keberhasilan tersebut
terdapat beberapa cara yang salah satunya sudah diajarkan oeleh agama Islam
yakni berawal dari Ta’aruf yang kemudian berlannjut pada Tafahum, Ta’awun dll. Cara
berpakaian pun erat hubungannya dengan adat dimana orang tersebut lahir dan
atau tinggal, karena pada dasarnya penutupan aurat bagi laki-laki terutama pada
perempuan bertujuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harha diri dan
melindungi dari pelecehan seksual. Jika kita mengacu pada daerah Arab dan
sekitarnya yang notabene penduduknya (laki-laki) memiliki nafsu yang sangat
besar, maka agar si perempuan terjaga, maka perempuan tersebut diwajibkan untuk
menutup semua leku-lekuk tubuhnya. Jika kita melihat daerah pedalaman yang
sangat primitif dimana lelakinya tidak bernafsu bada perempuan yang tidak
berpakaian sekalipun, maka bisa saja hukum menutup aurat tersebut tidak
berlaku.
Kesimpulan
dari pembahasan ini adalah macam dari syariat atau hukum dalam agama Islam.
Terdapat dua macam hukum, yakni hukum yang tidak dapat berubah karena
keterkaitannya yang langsung dengan Sang Pencipta dan hukum yang dapat berubah
dimana hukum ini adalah hukum yang muncul atas dasar kepentingan manusia. Wallahu A’lam Bisshowab.
No comments:
Post a Comment