A.
Tujuan
1. Menentukan
kelarutan suatu zat dan pengaruh suhu terhadap kelarutan
2. Menghitung
panas pelarutan suatu zat
B.
Dasar
Teori
1.
Larutan,
Pelarutan, Kelarutan dan Kaitannya
Larutan
adalah campuran dua atau lebih zat yang tidah dapat dibedakan partikelnya dan
lolos dari kertas saring. Larutan memiliki sifat homogen seperti halnya suatu
zat yang bercampur dan kemudian bereaksi, akan tetapi suatu larutan
masing-masing substansinya masih memepertahankan sifat aslinya. Contoh dari larutan
adalah air dan gula dimana gula masih manis. Beda halnya dengan campuran
hidrogen dengan oksigen yang kemudian menjadi air dimana oksigen mudah terbakar
sedangkan air mematikan api (chang, 2003).
Substansi
yang tergabung dalam larutan adalah pelarut dan terlarut. Pelarut adalah
substansi yang lebih banyak dan terlarut adalah substansi yang lebih sedikit.
Contoh, lima gram gula dalam 250 ml air. Air adalah pelarut dan gula adalah
terlarut (chang, 2003).
Seperti
halnya reaksi kima, pelarutan suatu zat juga memepunyai titik sesetimbangan
yakni saat jumlah zat terlarut yang melarut sama dengan pengendapan zat
terlarut yang melarut. Dari pernyataan ini maka dapat diperoleh tiga jenis
larutan yakni larutan tidak jenuh, jenuh dan lewat jenuh. Tidak jenuh zat terlarut
yang melarut belum mencapai kesetimbangan, jenuh jika zat yang terlarut tepat
pada saat kesetimbangan dan lewat jenuh jika zat terlarut yang melarut lebih
dari titik kesetimbangan (Monk, 2004).
Proses
bercampurnya zat terlarut dengan zat pelarut disebut dengan pelarutan. Kemampuan
suatu zat melarut dalam pelarutnya pada suhu tertentu disebut dengan kelarutan.
Pelarutan dan kelarutan dari zat A dalam zat B akan berbeda dengan zat A dalam
zat C. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan dari harga kelarutan dan proses
larut. Perbedaan dari pelarutan dan kelarutan adalah pada suhu yang sama,
pelarutan dapat dipengaruhi oleh adanya pengadukan sedangkan kelarutan tidak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan diantaranya:
a.
Temperatur
: Kelarutan umumnya bertambah dengan naiknya temperatur.
b.
Sifat
pelarut dan zat terlarut : ada selogan yang mengatakan like disoved like. Zat
non polar akan lebih larut dalam pelarut non polar dan sebaliknya.
c.
Efek
ion sejenis : ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan pada proses
kelarutan. Contoh: larutan garam AgCl akan menurun jika ditambahkan ion Ag+
karena konstanta kesetimbangan yang tetap akan tetapi ada spesi yang bertambah
sehingga mau tidak mau untuk mencapai kesetimbangan sistem akan beraksi
sehingga kesetimbangan tercapai kembali, dalam hal ini kesetimbangan bergeser
ke arah AgCl sehingga kelarutannya menurun.
d.
Efek
ion-ion lain : beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan
terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan.
e.
Pengaruh
PH : Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada PH larutan.
f.
Pengarug
Hidrolisis : Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan
perubahan (H+).
g.
Pengaruh
kompleks : Kelarutan garanm yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat
lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Contoh: penambahan
NH4OH dalam larutan AgCl, penambahan menambak kelarutan karena
terbentuk kompleks [Ag(NH3)2]+ (Khopkar,
1990).
Fator-faktor
yang disebutkan di atas sangat erat kaitannya dengan asas Le’ Chatelier dan
persamaan Van’t Hoff. Le’ Chatelier menyatakan bahwa bila pada sistem
kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa
sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya. Perubahan dari keadaan
kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau
pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan (Attkins, 2006).
Pelarutan
seperti halnya reaksi kimia yang membutuhkan atau melepaskan alor. Kalor yang
dilepaskan atau diterima oleh sistem larutan disebut dengan entalpi pelarutan.
Entalpi menjadi salah satu penentu kesepontanan yang akan memebentuk fungsi
liniear sebagai konstanta pada fungsi T. Sehingga dari sini persamaan Van’t
Hoff tentang pengeruh suhu dapat diturunkan. Setelah
diketahui bahwa -
, variasi ln Kp
terhadap temperature adalah





Helmholt dalam persamaan Gibb
menyatakan:


maka dapat dihasilkan persaan Van’t
Hoff, yaitu





Dan
secara matematis (eksak) dapat ditulis,





2.
Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita
untuk mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan
suatu larutan lain yang konsentrasinya diketahui. Salah satu reaksi yang sering
digunakan dalam titrasi adalah netralisasi asam basa (Brady, 1998 )
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang
cukup tajam dan untuk itu digunakan digunakan dengan indikator bila PH pada
titik ekuivalen antara 4-0. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada
titrasi asam basa lemah jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan
perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104. Selama
titrasi asam basa, PH larutan akan berubah warna secara khas. PH berubah secara
dartis bila volume titrannya mencapai titik ekuivalen .Pada reaksi asam basa,
proton ditransfer dari satu molekul ke molekul yang lain. Dalam air, proton
biasanya tersolvasi sebagai H3+O. Reaksi asam basa bersifat
reversible. Reaksi dapat digambarkan :


A-
adalah basa konjugasi, H+B
adalah asam konjugasi (Khopkar, 1990).
3.
Indikator PP
Indikator adalah suatu zat yang mempunyai warna
dalam keadaan asam dan basa berlainan. Misalnya lakmus dalam suasana asam akan
berwarna merah sedangkan dalam keadaan basa berwarna biru. Indikator lain yang
biasa digunakan dalam laboratorium adalah fenolftalein. Fenolftalien (PP) dalam
suasana asam tak berwarna sedangkan dalam suasana basa berwarna merah muda atau
pink (Brady, 1998 ).
Indikator PP memiliki sifat fisik dan kimianya
adalah massa molar 318,329 gr/mol, massa jenis 1,277 gr/mol pada suhu 320C,
titik leleh : 262,50C indikator asam basa menunjukan bahwa suatu
larutan bersifat asam atau basa, indikator
PP (fenolftalein) mempunyai warna tertentu pada trayek pH/ rentang pH
tertentu yang ditunjukan dengan perubahan warna indikator. Bila indikator PP,
merupakan indikator yang menunjukan pH basa, berarti ia berada pada rentang pH
antara 8,3 – 10,0 (dari tidak bewarna hingga merah pink). Indikator PP tidak
larut dalam air, benzene, tetapi larut dalam etanol dan eter (Dogra, 1984).
C.
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini
adalah thermostat 0-500C, thermometer, buret 50 mL, labu takar 250
mL, pipet volum 10 mL, tabung reaksi besar, pengaduk, botol akuades, gelas
ukur, statif, klem, bola hisap dan corong.
Bahan yang digunakan adalah asam
oksalat, larutan NaOH 1 M, fenoltaelin, garam dapur, dan es batu.
D.
Cara
Kerja
Sebanyak 150 mL larutan
asam oksalat jenuh dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian tabung reaksi di
masukkan ke dalam thermostat sambil di
aduk. Thermostat di atur hingga mencapai kesetimbangan pada suhu 350 C,
lalu larutan di ambil 10 mL kemudian diencerkan sampai volume mencapai 100 mL.
Larutan diambil sebanyak 25 mL dan dititrasi dengan NaOH menggunakan indikator
pp. Titrasi di lakukan sebanyak tiga kali kemudian di lakukan pengambilan
seperti pada langkah sebelumnya pada variasi suhu 350 C, 300 C, 250 C, 200C dan 100C.
E.
Data
Percobaan
1.
Tabel Data Hasil
Percobaan
Suhu
|
V NaOH
|
M NaOH
|
mol Oks
|
gr Oks
|
gr larutan
|
s
|
ln s
|
T (K)
|
1/T
|
35
|
0,0148
|
1
|
0,0074
|
0,9324
|
11,064
|
9,20289
|
2,219518
|
308
|
0,003247
|
30
|
0,01463
|
1
|
0,007315
|
0,92169
|
10,405
|
9,719075
|
2,27409
|
303
|
0,0033
|
25
|
0,01444
|
1
|
0,00722
|
0,90972
|
11,357
|
8,707721
|
2,16421
|
298
|
0,003356
|
20
|
0,01433
|
1
|
0,007165
|
0,90279
|
11,546
|
8,482309
|
2,137983
|
293
|
0,003413
|
10
|
0,0142
|
1
|
0,0071
|
0,8946
|
11,912
|
8,119883
|
2,094316
|
283
|
0,003534
|
2.
Grafik Hasil
Percobaan

ΔH
= 4597,642 J
F.
Pembahasan
Percobaan Panas
Pelarutan Asam Oksalat bertujuan untuk Menentukan kelarutan suatu zat dan
pengaruh suhu terhadap kelarutan dan Menghitung panas pelarutan suatu zat.
Prinsip kerja dari percobaan ini adalah titrasi. Larutan yang di titrasi pada
asam oksalat adalah larutan NaOH 1 M dan digunakan indikator PP agar pada saat
titik ekuivalen dicapai dapat diketahui. Tercapainya titik ekuivalen dapat
diketahui dengan adanya perubahan warna, yakni dari larutan tak berwarna
menjadi pink. Adapun persamaan reaksi dari asam oksalat dengan natrium
hidroksida adalah:
H2C2O4(aq)
+ 2 NaOH(aq) à Na2C2O2(aq) + 2
H2O(l)
Kelarutan asam oksalat berbanding
lurus dengan kenaikan suhu. Semakin naik suhu maka semakin tinggi pula
kelarutan asam oksalat. Dalam percobaan ini diperoleh hasil 8,119883; 8,482309; 8,707721; 9,719075; 9,20289
untuk masing-masing suhu 10; 20; 25; 30 dan 350C. Data yang disebutkan
mengikuti kecenderungan kecuali pada suhu 350 C. Data yang diperoleh
lebih kecil dari suhu 300 C dan lebih besar dari 250 C,
hai ini dikarenakan oleh titrasi tidak langsung dilakukan. Setelah memasukkan
oksalat pada erlenmeyer, erlenmeyer berisi oksalat ditimbang terlebih dahulu
dan kemudian baru di titrasi, sehingga suhu dapat menurun dan kesetimbangan
mengikuti suhu pada saat oksalat di titrasi.
Panas pelarutan atau entalpi pelarutan yang diperoleh adalah 4597,642 J.
Harga entalpi pelarutan oksalat adalah positif sehingga dapat diketahui bahwa
proses pelarutan asam oksalat merupakan reaksi endoterm dimana panas disalurkan
dari sistem ke lingkungan.
G.
Kesimpulan
Kelarutan
asam oksalat semakin tinggi seiring dengan kenaikan suhu dan panas pelarutan bernillai
sebesar 4597,642 J
Daftar Pustaka
Atkins,
Peter. 2006. Physical Chemistry 8thed. New York : W.H Freeman
& Company
Brady, James, E. 1998. Kimia Universitas
Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara
Chang, Rymond. 2003. Kimia Dasar jilid 1.
Jakarta: Erlangga
Dogra, S.K.1984. Kimia Fisika dan Soal – Soal.
Jakarta : UI – Press.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Jakarta : Erlangga.
Monk, Paul. 2004. Physical Chemistry Understanding
Our Chemical World. United Kingdom: John Willey & Sons Inc
Yogyakarta, 13
Desember 2012
Asisten
Praktikan
Sartono Faizah
Lampiran
a. 350C
V NaOH =14,567 mL = 0,014567 L
Mol oksalat = ½ x M NaOH x V NaOH
V NaOH =14,567 mL = 0,014567 L
Mol oksalat = ½ x M NaOH x V NaOH
=½ x 1 mol x 0,014567
L
= 0,0072835 mol
Massa oksalat = mol oksalat x Mr oksalat
= 0,0072835 mol x 126 g/mol
= 0,917721 g

Massa
larutan – Massa oksalat

10 – 0,917721
g
=10,104523
ln S = ln10,104523
= 2,313
b. 300C
V NaOH = 14,8mL
= 0.0148 L
Mol oksalat = ½
x M NaOH x V NaOH
= ½ x 1 mol x 0,0148 L
= 0,0074 mol
Massa oksalat =
mol oksalat x Mr oksalat
= 0,0074 mol x 126 g/mol
= 0,9324 g

Massa larutan – Massa oksalat

10 – 0,9324 g
= 10,293
ln S = ln 10,293
= 2,332
c.
250C
V NaOH = 14,467 mL = 0,014467 L
Mol oksalat = ½ x M NaOH x V NaOH
V NaOH = 14,467 mL = 0,014467 L
Mol oksalat = ½ x M NaOH x V NaOH
= ½ x 1 mol x 0,014467 L
= 0,0072335 mol
Massa oksalat = mol oksalat x Mr oksalat
= 0,0072335 mol x 126 g/mol
= 0,911421 g

Massa larutan – Massa oksalat

10 –
0,911421 g
=10,029
ln S = ln 10,029
= 2,306
d. 200C
V NaOH = 13,567 mL = 0,013567 L
Mol oksalat = ½ x M NaOH x V NaOH
V NaOH = 13,567 mL = 0,013567 L
Mol oksalat = ½ x M NaOH x V NaOH
= ½ x 1 mol x 0,013567L
= 0,0067835 mol
Massa oksalat = mol oksalat x Mr oksalat
= 0,0067835 mol x 126 g/mol
= 0,854721 g

Massa larutan – Massa oksalat

10 - 0,854721
g
= 9,347
ln S = ln 9,347
= 2,235
e.
100C
V NaOH = 14,734 mL = 0,014734 L
Mol oksalat = ½ x M NaOH x V NaOH
V NaOH = 14,734 mL = 0,014734 L
Mol oksalat = ½ x M NaOH x V NaOH
= ½ x 1 mol x 0,01473 L
= 0,007365 mol
Massa oksalat = mol oksalat x Mr oksalat
= 0,007365 mol x 126 g/mol
= 0,92799 g

Massa larutan – Massa oksalat

10 - 0,92799
g
= 10,229
ln S = ln 10,229
= 2,325
·
Perhitungan
H

Diketahui = Y = -55x + 2,487
R
= 8,314 J/K mol
Ditanya =
H = ……. ?



R
-
H = m . R


= - (- 55) . 8,314 J/K mol
= 457,27J/K mol
= 0,45727 KJ/mol
No comments:
Post a Comment